Di kalangan masyarakat kita khususnya yang ada di pedesaan masih dilestarikan suatu tradisi apabila si perempuan hamil maka keluarganya mengadakan selamatan atau walimahan, mereka menyebutnya “dengan istilah "babarit" atau tingkepan”, sementara para santri menyebutnya “walimatul hamli”.
Kata tingkepan/tingkep berasal
dari bahasa daerah/jawa : sing dienti-enti wis mathuk jangkep (yang
ditunggu-tunggu sudah hampir sempurna). Waktu pelaksanaan selamatan tingkepan
ini antara daerah satu dengan daerah lain tidak sama. Di sebagian daerah
dilaksanakan pada saat usia janin ± empat bulan, sedangkan di daerah lain
dilaksanakan pada saat usia janin tujuh bulan. Dalam upacara tingkepan yang
mereka anggap sakral itu dihidangkan beberapa jenis menu makanan khas, di
samping itu disajikan juga secama sesajen yang beraneka ragam.
Apakah upacara tingkepan
(walimatul hamli) ini termasuk salah satu amalan sunnah atau tidak? Ada dalil
dari hadits nabi atau pendapat ulama salaf atau tidak? Persoalan inilah yang
menjadi faktor penyebab timbulnya pro dan kontra antara kelompok muslim yang
satu dengan kelompok muslim yang lain. Sebagian dari kelompok muslim di
Indonesia ada yang apriori, tidak mau malakukan bahkan ada yang bersikap
ekstrim menolak dan berusaha untuk memberantasnya. Mereka berargumentasi bahwa
tradisi tersebut termasuk adat istiadat jahiliyah (salah satu peninggalan Budha
klasik). Oleh karena itu tidak pantas hal tersebut diamalkan oleh umat muslim.
Mereka mengemukakan sebuah dalil berupa hadits Nabi saw. :
أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللهِ
ثَلاَثَةٌ مُلْحِدٌ فِيْ الْحَرَامِ، وَمُبْتَغٍ فِيْ اْلإِسْلاَمِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ
وَمُطَّلِبٍ دَمَ امْرِئٍ ليهريق دَمَهُ. رواه البخاري عن ابن عباس. اهـ الجامع الصغير
ص 5
Artinya :
“Manusia yang paling dibenci
oleh Allah ada tiga :
1. Orang yang melakukan
pelanggaran di tanah haram;
2. Orang yang sudah memeluk
Islam, akan tetapi masih mengamalkan tradisi kaum jahiliyah;
3. Orang yang menuntut darah
orang lain agar orang lain itu dialirkan darahnya (yakni menuntut hukum bunuh
tanpa alasan yang benar)”.
Adapun kelompok sunni (umumnya warga
nahdliyin) menyikapi budaya tingkepan ini dengan fleksibel/lentur, mau menerima
tidak apriori mau melakukan bahkan melestarikannya, namun tidak serta-merta
menerimanya secara total, akan tetapi bertindak selektif, yang dilihat bukan
tradisi atau budayanya tetapi nilai-nilai yang dikandungnya.
Sebagaimana di sebut di awal
bahwa dalam upacara tingkepan -biasanya dilakukan oleh orang awam- itu ada
hidangan khusus dan ada lagi sajian lain. Jika hal itu tidak dipenuhi -menurut
kepercayaan mereka- akan timbul dampak negatif bagi ibu yang sedang hamil atau
janin yang dikandungnya. Hidangan atau sajian dimaksud antara lain :
1. Nasi tumpeng;
2. Panggang ayam;
3. Buceng/nasi bucu tujuh buah;
4. Telur ayam kampung yang
direbus tujuh butir;
5. Takir pontang yang berisi
nasi kuning;
6. Nasi liwet yang masih dalam
periok;
7. Rujak, yang bahannya dari
beraneka ragam buah-buahan;
8. Pasung yang dibungkus daun
nangka;
9. Cengkir (buah kelapa gading
yang masih muda).
10. Sehelai daun talas yang
diberi air putih;
11. Seser (alat jaring untuk
menangkap ikan);
12. Sapu lidi;
13. Pecah kendi di halaman
rumah;
14. Dan lain-lain.
Dengan melihat praktek dalam
acara tingkepan yang demikian itu, maka wajarlah kiranya ada kelompok yang
besikeras, seratus persen menolaknya.
Bagi kelompok yang setuju,
tidak langsung menolaknya, akan tetapi dengan sikap selektif dan akomodatif,
mereka menerima pelaksanaan acara selamatan tingkepan asalkan di dalamnya tidak
ada hal-hal yang berseberangan dengan syari’at (hal yang haram) dan tidak pula
merusak akidah (berbau syirik).
Shahibul walimah seharusnya
mengerti bahwa :
1. Semua yang dihidangkan, baik
yang berupa makanan yang dimakan di tempat atau yang berupa berkatan jangan
diniati yang bukan-bukan, akan tetapi berniatlah menjamu para tamu dan
bersedekah dengan harapan semoga dengan wasilah shadaqah ini, Allah SWT.
memberikan keselamatan kepada segenap anggota keluarga, khususnya janin yang
berada dalam kandungan serta sang suami dan isteri yang sedang mengandung
(selameto ingkang dipun kandut, selameto ingkang ngandut lan selameto ingkang
ngandutaken).
Bagi kita semua pasti sudah
sama-sama faham bahwa yang namanya shadaqah dengan segala macam bentuknya
asalkan dengan niat yang ikhlas dan bahan-bahannya halal, secara umum
Rasulullah SAW. sangat menganjurkannya dan beliau jelaskan pula fadlilahnya,
sebagaimana sabda beliau :
a. Hadits riwayat Imam Rafi’i :
لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ، وَزَكَاةُ
الدَّارِ بَيْتُ الضِّيَافَةِ. رواه الرافعي عن ثابت (الجامع الصغير ص: 264)
Artinya :
“Setiap sesuatu itu ada alat
pencucinya, pencuci untuk rumah/tempat tinggal adalah menjamu para tamu”. (HR.
Imam Rafi’i).
b. Hadits riwayat Imam
Thabarani :
الصَّدَقَةُ تَسُدُّ سَبْعِيْنَ
بَابًا مِنَ السُّوْءِ. رواه الطبراني
Artinya :
“Bersedekah itu bisa menutup
tujuh puluh macam pintu keburukan”. (HR. Imam Thabarani).
c. Hadits riwayat imam Khatib :
الصَّدَقَةُ تَمْنَعُ سَبْعِيْنَ
نَوْعًا مِنَ الْبَلاَءِ. رواه الخطيب
Artinya :
“Bersedekah itu bisa menolak
tujuh puluh macam mala petaka/bala’”. (HR. Imam Khatib)
2. Walimatul hamli/selamatan
tingkepan adalah salah satu wujud tahadduts bin ni’mah yakni memperlihatkan
rasa syukur atas kenikmatan/ kegembiraan yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
berupa jabang bayi yang berada dalam janin yang selama ini menjadi dambaan
pasangan suami dan isteri.
Ulama’ salaf memfatwakan :
setiap ada suatu kenikmatan/kegembiraan disunatkan mengadakan selamatan/bancaan
mengundang sanak tetangga dan teman-teman sebagaimana yang ditulis oleh syaikh
Abd. Rahman Al-Juzairi dalam kitabnya “al-fiqhu alal madzahibil arba’ah” juz II
hal. 33 :
الشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا: يُسَنُّ
صُنْعُ الطَّعَامِ وَالدَّعْوَةُ إِلَيْهِ عِنْدَ كُلِّ حَادِثِ سُرُوْرٍ، سَوَاءٌ
كَانَ لِلْعُرْسِ أَوْ لِلْخِتَانِ أَوْ لِلْقُدُوْمِ مِنَ السَّفَرِ إِلَى غَيْرِ
ذَلِكَ مِمَّا ذُكِرَ. اهـ
Artinya :
“Ulama Syafi’iyyah (pengikut
madzhab Syafi’i) berpendapat : disunatkan membuat makanan dan mengundang orang
lain untuk makan-makan, sehubungan dengan datangnya suatu kenikmatan/kegembiraan,
baik itu acara temantenan, khitanan, datang dari bepergian dan lain
sebagainya”.
Wal-hasil, para warga yang
hendak mengadakan walimatul hamli sudah barang tentu harus menata hatinya
dengan niatan yang benar dan mempunyai sikap arif dan bijak dalam memilih dan
memilah di antara beberapa hidangan dan sajian tersebut, mana yang bisa
diselaraskan dengan syari’at dan mana yang tidak, mana yang masih dalam koridor
akidah islamiyah dan mana yang tidak.